Bagaimana Cara Meningkatkan Keberhasilan untuk Bekerja di Industri Teknologi Luar Negeri? (Bagian 1)
Pacmann Team Juli 7, 2023
Jika Anda tidak memiliki banyak waktu untuk membaca keseluruhan artikel ini, berikut poin-poin yang dapat dipelajari dari beberapa talenta Indonesia yang bekerja di luar negeri terkait cara meningkatkan keberhasilan untuk bekerja di industri teknologi luar negeri:
- Tren satu dekade terakhir menunjukkan adanya peningkatan mobilitas pekerja dari Indonesia ke luar negeri, terutama pada industri teknologi. Hal ini membuktikan bahwa mutu talenta Indonesia tidak kalah bersaing dengan talenta global.
- Pengalaman bekerja menjadi faktor utama yang menyebabkan talenta-talenta yang kami wawancarai dapat bekerja di luar negeri. Selain itu, bekerja di multinational company atau bisnisnya memiliki demand tinggi di negara yang dituju juga meningkatkan keberhasilan untuk bekerja di luar negeri.
- Edukasi formal seperti magister (S2) menjadi syarat beberapa perusahaan di luar negeri, tetapi realitanya mereka tidak sekaku itu. Pengalaman bekerja dan performa di tempat kerja sebelumnya dapat menjadi pertimbangan perusahaan untuk merekrut talenta Indonesia yang berpendidikan sarjana.
- Untuk mempersiapkan keterampilan teknis, bisa menggunakan banyak sekali platform belajar bahkan bootcamp, tetapi jangan lupakan fundamentalnya karena wawancara kerja di luar negeri menggunakan hal ini untuk menyaring kandidat di awal.
Kekuatan dan mutu SDM suatu negara umumnya disinyalkan dari daya tawar dan kemampuan untuk bernegosiasi mendapatkan kompensasi yang lebih tinggi. Namun, belakangan ini, kekuatan dan mutu SDM kerap disinyalkan melalui parameter yang lebih makro. Salah satunya dari peningkatan mobilitas pekerja, atau kemampuan pekerja untuk berpindah pekerjaan, perusahaan, industri, atau negara.
Peningkatan mobilitas pekerja memberikan keleluasaan bagi pekerja untuk pindah ke bentuk pekerjaan baru sesuai keinginan mereka, serta pilihan yang lebih luas tersedia bagi mereka yang berada di angkatan kerja. Beberapa penelitian menunjukkan bagaimana mobilitas tenaga kerja antar perusahaan dan negara, atau kemampuan pekerja untuk berpindah antar perusahaan dan negara, bukan hanya menguntungkan pekerja, tetapi juga memiliki dampak positif pada perkembangan perusahaan dan kewirausahaan, baik di negara asal maupun di negara tujuan.
Tren satu dekade terakhir menunjukkan adanya peningkatan mobilitas pekerja dari Indonesia ke luar negeri, terutama pada industri teknologi. Hal ini menyiratkan bahwa mutu SDM Indonesia tidak kalah saing dengan mutu SDM di pasar tenaga kerja global. Pertanyaannya, apa saja kualitas dasar yang perlu dimiliki seorang pekerja profesional untuk dapat berkompetisi di pasar tenaga kerja global?
Berdasarkan pengamatan kami terhadap talenta-talenta di industri teknologi dengan karier cemerlang, kami membagi beberapa variabel yang akan memperbesar di dunia kerja, seperti edukasi formal, hard skill (coding, business understanding, dll.), soft skill (bahasa, komunikasi, manajerial, dll.), edukasi informal, serta pengalaman kerja dan portofolio.
Kami telah mewawancarai beberapa profesional di industri teknologi yang berkarier di luar negeri, untuk mengetahui bagaimana variabel-variabel tersebut meningkatkan peluang mereka untuk memulai karier di luar negeri. Artikel bagian pertama ini akan berfokus pada variabel edukasi formal, informal, serta hard skill.
Apa background pengalaman kerja dan pendidikan Anda?
Badar:
Badaruddin Motik, COO at Pacmann AI and Valiance,
Ex External Consultant at Google, USA (LinkedIn)
Saat ini saya menjabat sebagai COO di Pacmann dan Valiance. Sebelumnya, saya sempat tinggal dan menempuh pendidikan program profesional di UC Berkeley dan MBA di Westcliff University, Amerika Serikat, sembari bekerja sebagai business and operations di AgilityIO selama 6 bulan di New York, linguistic QA tester di Apple selama 1 tahun di Cupertino, ads quality evaluator di Google selama 1 Tahun di Los Angeles, dan mencoba membuat startup di bidang platform karier untuk pekerja di dunia entertainment di Los Angeles.
Aditya Arie:
Aditya (Arie) Wijaya, Sr. Geophysist/Petrophysicist at Halliburton, Norway (LinkedIn)
Selama 5 tahun terakhir pasca lulus sebagai sarjana teknik geologi, saya bekerja di industri energi (migas) sebagai ilmuwan geosains. Umumnya, saya bertanggung jawab untuk melakukan well-log data analysis, yang mirip seperti kombinasi data analysis menggunakan data bawah permukaan. Pekerjaan saya meliputi modeling, analysis, visualisasi, dan presentasi ke stakeholders. Awalnya, saya bekerja di Jakarta selama periode 2013-2017. Kemudian, saya pindah ke Kuala Lumpur, Malaysia di akhir 2017, dan sekitar awal 2023, saya pindah ke Stavanger, Norway untuk posisi senior geosains dengan tanggungj awab yang bertambah untuk menangani area Eropa hingga Sub-saharan Africa region.
Primawan:
Primawan Satrio, Senior Career Advisor, IT JOBs in Japan by Nihongo Online School, South Korea (LinkedIn)
Sejak 2019, saya bekerja sebagai tech recruiter pada perusahaan headhunter Jepang sembari membangun recruitment startup saya sendiri. Sebelumnya, pasca lulus S1 teknik informatika dari Universitas Telkom, saya sempat bekerja selama 3 tahun sebagai software engineer (2012-2015), kemudian sebagai product manager selama 4 tahun (2015-2019).
Ali Akbar:
Ali Akbar Septriandri, Research Data Scientist at Nokia Bell Labs, UK (LinkedIn)
Saya memiliki latar belakang pendidikan di ilmu komputer (ITB) dan kecerdasan buatan (University of Edinburgh), serta sedang menempuh program S3 (part-time) di bidang statistik (UCL). Selama 5 tahun terakhir, saya telah bekerja sebagai data scientist di perusahaan-perusahaan seperti Airy, HappyFresh, eFishery (Indonesia), Revolut (Inggris), dan terakhir di Nokia Bell Labs (Inggris). Sebagai seorang data scientist, saya banyak terlibat dalam proyek di bidang performance marketing, di antaranya menghitung customer lifetime value (CLV), customer segmentation, dan churn prediction. Namun, di pekerjaan terakhir saya, saya lebih banyak riset tentang applied natural language processing (NLP).
Bagaimana Anda bisa sampai bekerja di negara-negara yang Anda sebutkan tadi?
Aditya Arie:
Pada dasarnya, perusahaan tempat saya bekerja adalah multinational company dengan cabang di berbagai negara di dunia, sehingga pindah antara negara adalah hal yg lumrah. Namun, terdapat beberapa hal yg tentu saja harus ada pada kandidat untuk bisa pindah. Beberapa hal tersebut tentu skillset yang relevan dengan kebutuhan negara yang akan dituju, kemampuan komunikasi (professional English), dan networking-sponsorship. Bagian terakhir ini yang menurut saya cukup tricky.
Saya sempat lolos sampai pada offering untuk posisi data scientist di UK, North Wales, setelah sebelumnya gagal mencoba sebanyak 2 kali. Pada percobaan ke-3 , saya memiliki referrer atau rekomendasi dari orang dalam yang bisa memberikan reference link untuk saya mendaftar. Saya perhatikan, reference link ini cukup krusial saat kita mendaftar ke perusahaan luar negeri. Reference link berperan dalam membantu meyakinkan recruiter untuk merekrut dan mengeluarkan uang banyak di awal untuk sponsorship VISA kerja bagi orang asing dari negara yang kampusnya mungkin tidak mereka kenal, dan belum diketahui track record-nya.
Hal kedua yang menurut saya meningkatkan peluang diterima kerja di luar negeri adalah mendaftar ke perusahaan multinasional atau bisnisnya memiliki demand tinggi di negara yang dituju. Contohnya, jika Anda ingin bekerja di Jepang, industri migas tidak begitu menarik, tetapi industri teknologi kemungkinan memiliki lebih banyak peluang.
Primawan:
Saya bisa bekerja di luar negeri karena mendapat rekomendasi dari seorang rekan. Kebetulan, saya memiliki rekan yang sudah bekerja terlebih dahulu di Jepang, dan perusahaan tempat ia bekerja saat itu sedang membutuhkan tech recruiter yang mengerti teknis. Kami saling follow di Instagram sejak lama, dan di Instagram saya seringkali membagikan perjalanan saya mengisi seminar tentang bagaimana meningkatkan keterampilan di bidang product management, dan bagaimana cara agar bisa mendapatkan pekerjaan sebagai product manager sesuai dengan pengalaman profesional saya sebelumnya.
Dari sana, rekan saya menilai bahwa saya memiliki keterampilan yang sesuai untuk bekerja sebagai tech recruiter di perusahaan tempatnya bekerja.
Ali Akbar:
Saya mendaftar ke sangat banyak perusahaan melalui LinkedIn dan laman karier perusahaan yang menjadi tujuan saya, meskipun saya tidak ingat persis berapa banyak yang sudah saya daftarkan. Selama perjalanan karier saya, saya selalu mencoba belajar berbagai pendekatan untuk menyelesaikan masalah yang sama.
Contohnya, untuk churn prediction, saya menggunakan pendekatan klasifikasi dan survival analysis. Untuk menghitung customer lifetime value (CLV), saya menggunakan metode RFM, regresi, dan buy till you die (BTYD) agar saya benar-benar menguasai bidang yang saya dalami.
Karena saya juga sempat menjadi dosen tidak tetap, saya banyak mengulas konsep-konsep dasar probabilitas dan statistika, serta machine learning. Selain itu, saya juga banyak berlatih dalam hal presentasi dengan mengisi tech talk dan kuliah tamu. Saya beberapa kali menjadi pembicara di PyCon ID (beberapa dalam bahasa Inggris). Ini semua membantu saya untuk mendapatkan perhatian lebih dari perusahaan yang saya tuju.
Dalam hal edukasi formal, bagaimana Anda mempersiapkan untuk bersaing di job market international?
Badar:
Pasar tenaga kerja Amerika Serikat merupakan salah satu pasar tenaga kerja yang sangat kompetitif dikarenakan banyak imigran-imigran topdunia yang datang datang ke sana, sehingga pesaing pun banyak dan seringkali overqualified. Ditambah lagi, saya memilih negara bagian yang paling kompetitif yaitu California dan juga New York. Namun, Amerika Serikat saat itu memiliki demand yang sangat besar terhadap lulusan STEM dikarenakan keterampilan teknis yang mereka miliki, seperti programming dan analisis data. Sementara itu, supply pekerja lulusan STEM masih sangat rendah.
Hal inilah yang dimanfaatkan oleh banyak imigran untuk bisa bekerja di Amerika Serikat. Dikarenakan latar belakang pendidikan formal saya bukan STEM, saya berusaha mengejar ketertinggalan dengan mengikuti bootcamp software quality assurance dan business analyst ketika sudah di Amerika.
Setelah saya mendapatkan cukup ilmu, barulah saya mampu mendapatkan pekerjaan. Beruntungnya, saya mendapat kesempatan untuk melamar ke pekerjaan dengan requirement yang sangat spesifik, seperti membutuhkan orang yang bisa berbahasa Indonesia, pernah tinggal lama di Indonesia, dan memiliki background QA dan BA.
Aditya Arie:
Pasar tenaga kerja Eropa dan sekitarnya umumnya mensyaratkan kandidat memiliki gelar minimal S2 (Master’s Degree). Bahkan di beberapa perusahaan, perusahaan secara tegas menolak kandidat lulusan S1. Namun, yang saya perhatikan, pada beberapa posisi yang memang belum banyak ditawarkan pada degree program, seperti data science atau web developer, syarat gelar minimal tidaklah sekaku itu.
Sebagai gantinya, memiliki portofolio yang baik menjadi komponen penting untuk melamar pekerjaan. Saya pribadi melihat gelar penting, tetapi, ilmu tidak hanya bisa didapat dari degree program, melainkan, bisa disubstitusi dengan pengalaman profesional.
Sebagai contoh, posisi data scientist di UK tempo hari mereka mengatakan jika mereka memprioritaskan lulusan S2, tetapi 3-5 tahun pengalaman bisa menggantikan gelar S2 tersebut dan saya bisa lolos meskipun saya hanya lulusan S1. Ini dikarenakan saya sudah memiliki pengalaman 5-8 tahun.
Primawan:
Latar belakang pendidikan teknik informatika saya sangat membantu dalam mendapatkan pekerjaan saya sebagai tech recruiter di Jepang. Sebab, saya menjadi mengerti sebagian besar jargon IT, proses bisnis yang dilalui, serta pendekatan yang tepat untuk melakukan screening kandidat secara efektif. Namun, pendidikan formal tidak serta merta membekali saya dengan semua keterampilan yang saya butuhkan. Ada beberapa keterampilan dasar yang harus saya pelajari sendiri untuk mengomplemen pendidikan formal saya agar sukses bekerja di perusahaan dan bidang ini.
Ali Akbar:
Saya lulus S2 di tahun 2016 dari University of Edinburgh. Meski lulus, tapi saya merasa pemahaman saya di bidang machine learning tidak cukup mendalam untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang baik di luar negeri. Sehingga, saya berusaha memperkuat pemahaman saya akan banyak konsep dan materi dasar di bidang machine learning selama menjadi dosen tidak tetap di Universitas Al Azhar Indonesia.
Selain mengulas kembali konsep dasar, saya juga selalu mencoba mendalami materi baru untuk dikuasai, misalnya Bayesian statistics, survival analysis, serta deep learning. Saya mempelajari materi-materi tersebut melalui kuliah-kuliah dari kampus ternama yang ada di YouTube, seperti Harvard Stat110, Statistical Rethinking dari Richard McElreath, Stanford CS221 Artificial Intelligence.
Bagaimana cara meningkatkan kemampuan hard skill, seperti coding, business analysis, problem-solving, modeling agar sesuai dengan requirement di perusahaan negara tujuan?
Badar:
Dalam konteks keterampilan teknis yang saya sebutkan sebelumnya, saya merasa kurang mempersiapkan secara matang sedari awal sehingga saya harus mengambil bootcamp di luar. Apabila saya dapat mengulang waktu, saya akan melakukan riset sederhana dan berdiskusi dengan teman-teman yang sudah sukses bekerja di Amerika. Tujuannya agar saya dapat mengetahui pekerja seperti apa yang sedang dicari dan dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan di sana. Dengan demikian, saya mungkin bisa mempersiapkan keterampilan teknis saya secara lebih matang bahkan sejak saya masih di Indonesia.
Dengan keterampilan teknis ini jika ditambah dengan kemampuan bisnis yang saya rasa cukup mumpuni saat itu dari pengalaman profesional, saya yakin saya bisa mendapatkan tawaran pekerjaan yang jauh lebih baik di US.
Ali Akbar:
Jangan lupakan materi-materi yang fundamental. Saat wawancara, pertanyaan dasar terkait probabilitas dan statistik itu hampir selalu ditanyakan, terutama untuk posisi data scientist. Pertanyaan semacam ini digunakan sebagai filter awal.
Untuk keterampilan coding, saya sarankan untuk banyak berlatih. Anda bisa memanfaatkan platform seperti LeetCode atau HackerRank. Untuk analisis bisnis, problem solving, ataupun modeling, yang penting adalah banyak terpapar dengan berbagai kasus. Dengan demikian, Anda harus aktif mencari masalah baru atau solusi baru untuk masalah lama.
Penutup
Terdapat banyak variabel yang membantu peningkatan mobilitas pekerja dan meningkatkan peluang seseorang untuk bisa bekarier di luar negeri. Berdasarkan pengalaman narasumber yang kami wawancarai, pendidikan berkualitas dan akuisisi hard skill yang sesuai dengan demand industri teknologi seperti keterampilan teknikal terkait data dan programming, problem-solving, serta pemahaman bisnis bagaimanapun masih menjadi variabel penting yang membantu mereka mendapatkan pekerjaan di industri teknologi luar negeri.
Hal ini selaras dengan value yang Pacmann percayai. Pacmann selalu berdedikasi untuk membuat materi dengan kualitas terbaik, dengan benchmark silabus dan kurikulum S2 kampus unggulan di luar negeri dan kebutuhan di industri. Materi-materi yang ditawarkan meliputi keterampilan yang high demand di industri seperti statistika, probabilitas, dan coding dengan Python programming, SQL, dan data wrangling. Materi advanced yang ramai digunakan di industri teknologi luar negeri juga tersedia di Pacmann, seperti materi-materi product management, artificial intelligence, data engineering, dan machine learning.
Selain program-program yang mengajarkan hard skill sesuai demand industri, Pacmann juga mendorong problem solving skill siswa dengan membangun portofolio melalui project di kelas maupun kegiatan hackathon untuk mengasah problem solving. Melalui project dan kegiatan hackathon, tim Pacmann akan memberi arahan dalam pengerjaan, tetapi proses identifikasi masalah hingga membangun solusi harus diakukan oleh siswa melalui eksplorasi mandiri.