Bagaimana Pengaruh Adopsi Teknologi dan Pekerjaan Rutin terhadap Gaji Pekerja di Indonesia?
Pacmann Team Oktober 20, 2023
- Perkembangan teknologi dan penurunan produktivitas tenaga kerja meningkatkan persentase pekerja low pay rate di tahun 2022 hingga mencapai 29% menurut Badan Pusat Statistik (BPS).
- Badan Pusat Statistik (BPS) menggambarkan tren negatif laju pertumbuhan PDB per tenaga kerja di Indonesia sebagai tolok ukur penurunan produktivitas tenaga kerja.
- Jenis pekerjaan technological task memiliki persentase lebih tinggi untuk mendapatkan gaji lebih tinggi dibandingkan routine manual task .
- Adopsi teknologi berpengaruh positif terhadap gaji pekerja karen meningkatkan produktivitas dan mengoptimalkan pekerjaan
- Adopsi teknologi juga dapat meningkatkan keuntungan perusahaan karena membuat alur pekerjaan menjadi lebih efisien.
- Solusi untuk meningkatkan gaji di tengah tingginya adopsi teknologi antara alin peningkatan skill data analytics, optimalisasi pelatihan, hingga mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan persentase pekerja Indonesia yang menerima gaji tidak layak/low pay rate berfluktuasi dari tahun 2016-2022. Sayangnya, persentase pada tahun 2022 telah mengalami kenaikan hingga mencapai 29%.
Walaupun persentase pekerja low pay rate menunjukan tren yang negatif sejak 2016, BPS menjelaskan alasan terjadi kenaikan karena tingginya jumlah tenaga kerja di perusahaan, namun rendahnya produktivitas pekerja.
Laju Pertumbuhan PDB/Tenaga Kerja Per Tahun
Menurut data BPS, tren laju pertumbuhan PDB per tenaga kerja di Indonesia mendukung tren penurunan produktivitas pekerja.
Pertumbuhan PDB per tenaga kerja menjadi sebagai tolok ukur produktivitas karena dapat memonitor tingkat produktivitas tenaga kerja dalam menghasilkan nilai tambah ekonomi (BPS, 2023).
Tren laju pertumbuhan tersebut paling rendah terjadi pada tahun 2020 (mencapai -1,8%) karena pandemi Covid-19. Meskipun pada tahun 2021-2022 mengalami peningkatan, namun kondisi tersebut masih belum seoptimal 5-10 tahun ke belakang.
Dampak teknologi terhadap ketenagakerjaan (Gaji, Pekerjaan, dan Routine Task)
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi cukup mengkhawatirkan bagi kondisi ketenagakerjaan karena dapat meningkatkan risiko jumlah tenaga kerja yang berlebih akibat teknologi yang menggantikan pekerjaan manusia (Brynjolfsson and McAfee, 2014; Akst, 2013; Autor, 2015; Acemoglu & Restrepo, 2018).
Melalui beberapa penelitian terdahulu, perubahan teknologi dapat mengubah jenis pekerjaan serta mengarah pada job polarization (teknologi dapat menggantikan pekerjaan yang bersifat rutin dengan skill menengah, namun dapat menciptakan peningkatan gaji bagi pekerja baik tinggi maupun rendah) (Krueger, 1993; Autor et al., 2003; Goos & Manning, 2007; Acemoglu & Autor, 2011; World Bank, 2016; Acemoglu and Restrepo, 2017).
Sehingga, perubahan teknologi dapat meningkatkan pendapatan bagi beberapa pekerja dengan skill tertentu. Terkadang, perkembangan teknologi hanya dapat memberikan dampak positif yang kecil terhadap gaji, seperti di Amerika Serikat (Brown & Campbell, 2002). Bahkan, pekerja yang berada pada kategori routine cognitive task cenderung mendapatkan gaji yang kecil dibandingkan jenis pekerjaan technology task (Aronson, 2019).
Adaptasi teknologi juga memberikan keuntungan bagi pekerja untuk bertransformasi ke sektor jasa, namun gaji mereka akan stagnan dalam jangka pendek. Penggunaan teknologi dapat berdampak positif bagi pekerjaan yang membutuhkan kemampuan kognitif tinggi serta berdampak negatif pada pekerja dengan pekerjaan manual (menggunakan fisik) dalam jangka panjang (Schlogl & Sumner, 2018).
Di Indonesia sendiri, pekerjaan dengan routine manual task akan memiliki gaji yang lebih rendah dibandingkan kategori lainnya. Hal ini karena perusahaan akan menggunakan teknologi untuk menggantikannya dan meningkatkan gaji bagi pekerja dengan skill tinggi yang menguasai teknologi secara signifikan (Wicaksono & Mangungsong, 2020).
Riset Pacmann
Berdasarkan tren negatif low rate pay, tren negatif laju pertumbuhan PDB per tenaga kerja di Indonesia, dan risiko jumlah tenaga kerja yang berlebih akibat teknologi, tim Pacmann ingin melakukan penelitian untuk menjawab pertanyaan:
- Bagaimana dampak routine task pekerja terhadap gaji yang didapatkan?
- Apakah adopsi teknologi di perusahaan (AI, robots/automation, 3D printing, the cloud, and big data) berpengaruh terhadap gaji?
- Apakah adopsi teknologi di perusahaan meningkatkan output dan benefit perusahaan? (business impact)
- Apa solusi untuk meningkatkan gaji di tengah tingginya adopsi teknologi di perusahaan
Dalam melihat dampak routine task pekerja terhadap gaji yang didapatkan, tim Pacmann melakukan pengolahan data secara kuantitatif menggunakan data IFLS tahun 2014 dengan metode Ordinary Least Square (OLS) & Cross-Section Data. Dalam mengklasifikasikan routine task, tim Pacmann menggunakan pendekatan Autor et al (2003) dan Acemoglu dan Autor (2011) ke dalam 4 bagian.
Di antaranya adalah technological tasks merupakan individu yang memiliki intensitas tinggi bekerja menggunakan komputer. Routine manual tasks merupakan yang melibatkan upaya fisik. Routine cognitive tasks memerlukan konsentrasi dan perhatian yang tinggi. Sedangkan, non-routine interpersonal tasks yaitu mengharuskan individu untuk terhubung dan berkomunikasi secara luas dengan orang lain.
Sementara itu, untuk menjawab pengaruh teknologi terhadap gaji dan performa perusahaan hingga solusi agar mendapatkan gaji yang konsisten di tengah perkembangan teknologi, tim Pacmann melakukan survei berupa pada beberapa pekerja.
Demografi Sampel Penelitian
Setelah melalui pendekatan kuantitatif menggunakan data Indonesia Family Life Survey (IFLS) tahun 2014, hasil analisis demografi sampel dalam penelitian sebagai berikut:
Dari jumlah total 6.988 sampel, mayoritas responden bekerja di sektor formal (78,6%).
Melalui klasifikasi routine task pekerja, proporsi pekerja paling banyak berada pada routine manual tasks dan paling rendah adalah pada jenis pekerjaan technological tasks. Dengan kata lain, jenis pekerjaan di Indonesia masih banyak menggunakan tenaga fisik, bukan dengan penggunaan teknologi.
Secara rinci, rata-rata umur pekerja dalam penelitian ini adalah 36 tahun, berjenis kelamin laki-laki dengan mayoritas tinggal di kota, memiliki jumlah jam kerja 39 jam dalam seminggu, dan rata-rata merupakan lulusan SMA (10 tahun bersekolah).
Sementara itu, berdasarkan survei Pacmann, mayoritas responden bekerja kurang dari 1 tahun (63%) dan paling sedikit ialah 4-5 tahun (10%).
Berdasarkan posisi bekerja, mayoritas responden bekerja pada bidang finance & menjadi accounting staff maupun research analyst (17%), sedangkan yang paling rendah adalah sebagai advisory dan founder dari sebuah perusahaan (3%).
Bagaimana Dampak Routine Task Pekerja terhadap Gaji yang didapatkan?
Berdasarkan hasil olah data IFLS, tim Pacmann menemukan bahwa semua kategori routine task berpengaruh signifikan terhadap persentase gaji yang didapatkan. Namun, berdasarkan seberapa besar pengaruhnya, pekerja technological task memiliki persentase kenaikan gaji yang paling besar (38,7%). Selanjutnya pekerja dengan routine cognitive task (15,4%), non-routine interpersonal task (11,2%), dan yang terakhir routine manual task (5,22%).
Hal ini karena pekerja yang menggunakan teknologi untuk bekerja secara lebih intens akan meningkatkan efisiensi paling tinggi. Sementara itu, untuk pekerja yang menggunakan kekuatan fisik akan sangat kecil kemungkinan mendapatkan gaji yang lebih besar karena dapat terancam digantikan oleh teknologi.
Dengan demikian, routine task pekerja berpengaruh signifikan terhadap gaji, dan faktor lain yang dapat mempengaruhi ialah produktivitas, jam kerja, usia, gender, dan tempat tinggal pekerja tersebut.
Apakah Adopsi Teknologi di Perusahaan Berpengaruh terhadap Gaji?
Berdasarkan survei Pacmann, teknologi yang paling banyak diadopsi dalam perusahaan ialah Big data dan paling sedikit adalah robots/automation. Big data merupakan teknologi yang paling banyak diadopsi karena big data merupakan kebutuhan bagi perusahaan untuk mengambil suatu keputusan atau bahkan melihat kondisi perusahaan, baik dari perusahaan maupun pemerintahan.
Penggunaan robots/automation masih menjadi yang paling rendah karena adopsi robot di Indonesia belum masif seperti beberapa negara lain.
Melalui hasil survei, adopsi teknologi berpengaruh positif signifikan terhadap gaji yang didapatkan karena terdapat 67% pekerja merasa adopsi teknologi berpengaruh terhadap gajinya dan sisanya 33% pekerja merasa tidak berpengaruh.
Mayoritas pekerja merasa berpengaruh positif karena menurut beberapa pekerja “Adopsi teknologi dapat meningkatkan produktivitas perusahaan sehingga meningkatkan pendapatan dan secara tidak langsung meningkatkan gaji yang didapatkan”.
Ada pula yang berpendapat bahwa “Adanya teknologi dapat meningkatkan kualitas R&D perusahaan maupun QC (Quality Control) sehingga meningkatkan kualitas dan kuantitas output perusahaan serta berdampak pada kenaikan pendapatan perusahaan dan gaji pekerja”.
Namun, 33% pekerja merasa tidak berpengaruh karena “tidak ada bukti konkrit terhadap gaji” hingga “teknologi hanya dapat meningkatkan produktivitas perusahaan tetapi tidak memberikan proporsi lebih untuk gaji”.
Apakah Adopsi Teknologi di Perusahaan Meningkatkan Output & Benefit Perusahaan? (Business Impact)
Adopsi teknologi berpengaruh positif bagi output atau keuntungan perusahaan karena hasil survei menunjukan bahwa 93% pekerja merasa adopsi teknologi berpengaruh terhadap output perusahaan dan sisanya yaitu 7% pekerja merasa tidak berpengaruh.
Beberapa responden berpendapat bahwa adopsi teknologi berpengaruh positif bagi perusahaan karena “mempermudah operasional kerja di lapangan”, lalu ada pula yang merasa “peningkatan digital marketing bagi perusahaan”, “kemudahan mengakses data”, hingga “proses analisa yang lebih cepat dan terstruktur”. Namun, ada pula yang merasa tidak berpengaruh karena penggunaan teknologi di perusahaannya tidak menjadi nilai tambah begitu besar.
Apa Solusi untuk Meningkatkan Gaji di tengah Tingginya Adopsi Teknologi di Perusahaan?
Upaya untuk dapat meningkatkan gaji di tengah tingginya adopsi teknologi di perusahaan berdasarkan survei Pacmann memfokuskan pada peningkatan skills. Skill yang perlu ditingkatkan dalam menguasai teknologi terdapat 4 bagian.
Hasil survei menunjukan data analytics menjadi skill penting karena perkembangan Big Data, AI, serta programming analytics tools sudah menjadi kebutuhan setiap perusahaan. Selanjutnya, pekerja merasa rasa ingin belajar yang tinggi serta optimalisasi pelatihan dari perusahaan sebagai solusi agar tidak tergerus oleh perkembangan teknologi sehingga terhindar dari perampingan jumlah karyawan (PHK). Lalu solusi terakhir ialah selalu mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang menunjang pekerjaan.
Penutup
Melalui penelitian menggunakan olah data IFLS dan survei, routine task dapat berpengaruh terhadap gaji yang didapatkan di mana pekerja dengan technological task akan memiliki persentase paling untuk tinggi mendapatkan gaji yang lebih tinggi pula dan routine manual task memiliki persentase paling rendah untuk mendapatkan gaji yang lebih tinggi. Selanjutnya, adopsi teknologi berpengaruh positif pada gaji pekerja karena dapat mengoptimalkan pekerjaan sehingga meningkatkan produktivitas pekerja.
Adopsi teknologi tentunya juga dapat meningkatkan keuntungan perusahaan karena pekerjaan dapat selesai secara lebih efisien. Sementara itu, solusi untuk meningkatkan gaji di tengah tingginya adopsi teknologi dapat dimulai dengan meningkatkan skill data analytics, optimalisasi pelatihan, serta selalu mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang berakibat pada perusahaan.
Referensi
Acemoglu, D., & Autor, D. (2011). Skills, tasks and technologies: Implications for employment and earnings. In Handbook of labor economics Vol. 4, pp. 1043-1171. Elsevier.
Acemoglu, D., & Restrepo, P. (2018). Low-skill and high-skill automation. Journal of Human Capital, 12(2), 204-232
Akst, Daniel (2013) “What Can We Learn from Past Anxiety Over Automation?” Wilson Quarterly.
Aronson, D. (2019). Wage Shocks and the Technological Substitution of Low-Wage Jobs. The Economic Journal, 129(61), 1–34. https://doi.org/10.1111/ijlh.12426
Autor, David H., Frank Levy and Richard J. Murnane (2003) “The Skill Content of Recent Technological Change: An Empirical Exploration,” The Quarterly Journal of Economics, 118(4): 1279–1333.
Brynjolfsson, Erik and Andrew McAfee (2014) The Second Machine Age: Work, Progress, and Prosperity in a Time of Brilliant Technologies, W. W. Norton & Company.
Brown, C., & Campbell, B. A. (2002). The impact of technological change on work and wages. Industrial Relations, 41(1), 1–33. https://doi.org/10.1111/1468-232X.00233
Goos, M., & Manning, A. (2007). Lousy and lovely jobs: The rising polarization of work in Britain. The review of economics and statistics, 89 (1), 118-133.
Indonesia Family Life Survey (IFLS) Wave 5 Dataset
Krueger, A. B. (1993). How computers have changed the wage structure: Evidence from microdata, 1984–1989. The Quarterly Journal of Economics 108(1), 33–60.
Schlogl, L., & Sumner, A. (2018). The Rise of the Robot Reserve Army: Automation and the Future of Economic Development, Work, and Wages in Developing Countries. SSRN Electronic Journal, July 2018. https://doi.org/10.2139/ssrn.3208816
Survei Pacmann Penelitian Pacmann terkait Implikasi Teknologi dan Pekerjaan Rutin pada Ketenagakerjaan di Indonesia
Wicaksono, T. Y., & Mangungsong, C. (2020). Disruptive Technology , Skills , and Tasks : Implications for Employment in Indonesia. 1–36