Blog 12 Tips Lengkap dalam Melakukan A/B Testing

12 Tips Lengkap dalam Melakukan A/B Testing

November 2, 2022 8 min read

Ketika kita akan melakukan launching sebuah website, membuat konten media sosial, hingga mengirim e-mail marketing, penting untuk melakukan percobaan apakah hal tersebut dapat diterima oleh audiens ataukah tidak.

Dalam hal ini, untuk melakukan uji coba tersebut bisa menggunakan metode A/B testing.

Nah, untuk tahu lebih dalam tentang A/B testing dan cara melakukannya, simak artikel ini sampai tuntas!

Apa itu A/B testing?

A/B testing yang juga disebut sebagai split testing merupakan sebuah metode untuk membandingkan dua atau lebih sampel secara bersamaan dengan tujuan mengetahui mana yang lebih baik.

Hal tersebut juga dijelaskan oleh Harvard Business Review bahwa A/B testing merupakan sebuah cara untuk membandingkan dua versi dari satu hal demi mengetahui mana yang bekerja lebih baik.

Misal, kita akan membandingkan warna sebuah button yang berisi call to action untuk melakukan pembelian pada halaman website. Button berwarna biru merupakan sample A, sedangkan button berwarna merah menjadi sampel B yang ditujukan sebagai pembanding. Nantinya, kedua button ini akan saling bersaing untuk membuktikan mana yang memiliki performa lebih baik.

Nah, hal-hal yang dapat dilakukan A/B testing tersebut beragam. Mailchimp memberikan contoh bahwa aset-aset yang dapat dilalukan A/B testing adalah landing pages, display ads, e-mail marketing, dan konten media sosial.

Tips dalam melakukan A/B testing

Saat melakukan A/B testing, penting bagi kita untuk mengetahui tips-tips agar dapat melakukan uji coba ini dengan baik. Dalam hal ini, Pacmann telah merangkum 13 tips agar proses A/B testing dapat berjalan maksimal.

Namun, yang harus digarisbawahi, umumnya dalam penerapan A/B testing ini ada 3 fase penting yakni fase Sebelum, Saat, dan Sesudah. Selengkanya, yuk simak penjabarannya di bawah ini!

Fase sebelum A/B testing

1. Pilih satu variabel yang akan diuji

Ketika akan menguji sebuah website ataupun marketing channel lainnya, terkadang kita akan menemukan banyak variabel yang ingin diuji.

Sebagai contoh, ada banyak kemungkinan mengapa halaman sebuah website sepi pembeli, beberapa diantaranya karena faktor tampilan website (desain), faktor copywriting pada banner, atau bahkan sesimpel warna button.

Dari sejumlah variabel tersebut, kita bisa menguji semua variabel yang ada tetapi harus dilakukan terpisah. Misal, kita hanya memilih copywriting sebagai variabel yang akan kita uji terlebih dahulu.

Sebab, melakukan pengujian beberapa variabel secara bersamaan, akan membuat kita sulit untuk menentukan variabel mana yang memengaruhi keberhasilan atau kegagalan pengujian.

2. Buat variasi tandingan

Setelah kita menentukan mana variabel yang akan diuji, langkah selanjutnya adalah membuat variasi tandingan.

Misal, variabel yang akan kita uji adalah copywriting. Nah, dari copywriting ini, kita bisa membuat dua atau tiga variasi copywriting untuk kemudian diuji coba kepada target audiens kita.

3. Tentukan tujuan kita dalam melakukan A/B testing

Sebelum memulai proses A/B testing, penting bagi kita untuk menentukan tujuan atau goal dalam uji coba ini. Ada banyak metrik yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan A/B testing ini. Beberapa diantaranya adalah meningkatkan traffic, conversion rate, click through rate, perolehan leads, open rate, atau bahkan sales.

Nah, dari beberapa metrik tersebut, pilih salah satu yang dapat kita gunakan sebagai tujuan kita dalam melakukan A/B testing ini. Dengan memiliki tujuan ini, tentunya kita akan lebih terarah dalam melakukan A/B testing.

4. Rumuskan hipotesis dengan tepat

Hipotesis menjadi salah satu hal penting dalam A/B testing.

Selain itu, pada tahap pre-A/B testing ini, kita harus menentukan hipotesis atau jawaban sementara dari proses pengujian ini. Misalkan hipotesis yang digunakan adalah warna button biru lebih menarik perhatian audiens untuk melakukan click dibandingkan warna hitam.

Kesalahan dalam membuat hipotesis, dapat mengakibatkan kita mengulang proses untuk mendapatkan hasil yang akurat.

Itu sebabnya, lakukan riset dan evaluasi tentang program yang akan kita uji sehingga hipotesis yang kita bangun pun lebih akurat. Selain itu, fokus untuk mencari solusi hanya pada satu problem yang spesifik saja.

5. Tentukan jumlah sampel pengujian

Syarat utama dalam menentukan sampel A/B test adalah menggunakan metode random sampling (sampel acak). Jadi, pastikan dalam menentukan sampel pengujian, kita menggunakan metode ini.

Selain itu, hindari melakukan pengujian pada total sampel dalam jumlah yang sedikit. Mengingat, menggunakan sampel dalam jumlah besar akan lebih akurat dibandingkan menggunakan sampel dalam jumlah kecil.

Fase saat A/B testing

6. Gunakan A/B testing tools

Saat menjalankan uji coba, kita bisa menggunakan A/B testing tools untuk membantu memudahkan dalam proses pencarian sampel hingga mengukur keberhasilan dari A/B testing itu sendiri.

Ada sejumlah tools yang bisa kamu gunakan untuk menjalankan A/B testing ini seperti Google Analytics, VWO, Covert, Optimizely, dan lain sebagainya.

Tentunya, semua tools ini memiliki sejumlah keunggulan dan kekurangan masing-masing, termasuk fungsi serta cara penggunaannya yang berbeda. Kamu bisa melakukan perbandingan terhadap tools tersebut dan memilih yang sesuai dengan kebutuhan kita.

Sebagian besar dari tools yang ada menerapkan sistem berbayar. Jadi, mungkin kita bisa memanfaatkan free trial dari tools tersebut untuk melakukan uji coba.

7. Lakukan uji variasi A dan B secara bersamaan

Saat melakukan pengujian kedua variasi (A dan B), kita harus melakukannya secara simultan atau bersamaan. Bila tidak, kita akan mendapatkan hasil yang berbeda atau bahkan tidak valid.

Misalkan kita akan menguji dua banner untuk program promosi di website. Banner A menampilkan visual berupa foto seorang model, sedangkan Banner B menampilkan visual berupa ilustrasi.

Maka, saat melakukan A/B testing, kita harus menguji keduanya secara bersamaan.

8. Perhatikan durasi pengujian

Seringkali, kita menghentikan pengujian ketika merasa bahwa telah mendapatkan hasil yang memuaskan atau menganggap bahwa waktu pengujian terlalu lama.

Padahal, melakukan pengujian dengan durasi yang terlalu cepat akan membuat hasil tidak signifikan.

Mengutip dari VWO, beberapa hal yang perlu kita perhatikan saat menentukan durasi pengujian adalah berdasarkan sejumlah faktor seperti existing traffic, existing conversion rate, perbaikan yang diharapkan, dan lain sebagainya.

9. Menggali feedback dari pengguna

Setelah menjalankan A/B testing, kita akan mendapatkan hasil berupa data kuantitatif mengenai variabel dan juga variasi yang kita uji. Namun, selain data kuantitatif, kita juga bisa melengkapinya dengan menggunakan data kualitatif untuk menggali pendapat pengguna lebih lanjut.

Nah, untuk bisa mendapatkan data kualitatif tersebut, kita bisa melakukan survei ataupun polling terhadap para pengguna. Bahkan, kita juga bisa melakukan metode wawancara untuk mendapatkan data yang lebih dalam.

Beberapa hal yang perlu kamu gali adalah mengapa mereka mengunjungi website kita, melakukan klik, atau bahkan menanyakan motivasi mereka melakukan pembelian.

Fase sesudah A/B testing

10. Fokus pada tujuan utama

Pada fase awal, kita telah menentukan tujuan dalam melakukan A/B testing.

Sebagai contoh, kita telah melakukan uji coba terhadap dua variasi button pada halaman website, dan tujuan utama kita adalah conversion rate.

Nah, hasil A/B testing versi A menunjukkan click through rate yang tinggi tetapi memiliki conversion rate yang sedikit. Sementara itu, versi B menghasilkan conversion rate yang sangat tinggi tetapi dengan hasil click through rate yang rendah.

Maka, dari kedua hasil tersebut, kita harus fokus hanya pada tujuan utama kita dalam melakukan A/B testing yakni conversion rate. Maka, pilihan kita adalah jatuh pada button versi B!

11. Pilih hasil yang signifikan dan lakukan perubahan

Bila salah satu variasi yang kita uji menunjukkan hasil yang signifikan daripada variasi yang lainnya, maka kita telah berhasil melakukan proses A/B testing ini.

Langkah berikutnya adalah tentunya kita bisa menggunakan variasi tersebut untuk kita terapkan.

Namun, bila tidak ada satu pun variasi yang signifikan, kita bisa menyimpulkan bahwa variabel yang kita pilih tersebut tidak memiliki dampak yang berarti. Tentunya, kita tidak bisa menggunakan salah satu variasi dari variabel ini untuk kita terapkan.

12. Rencanakan A/B test selanjutnya

Setelah kita menyelesaikan A/B testing, jangan langsung berpuas dan berhenti. Mengingat, masih banyak ruang yang bisa kita gunakan untuk melakukan optimisasi saluran marketing kita.

Misalkan, bila hasil A/B testing sebelumnya tidak menunjukkan hasil yang signifikan, kita bisa melakukan uji coba pada variabel lainnya. Namun, yang perlu kita perhatikan adalah kita benar-benar harus melakukan riset terhadap variabel-variabel yang ada. Tentunya, agar ke depannya kita tidak salah sasaran lagi dalam melakukan A/B testing.

Kita bisa menggali variabel yang ada dengan mengumpulkan data-data dari berbagai tools seperti Google Analytics, Social Media Analytics, dan lain sebagainya. Selain itu, kita bisa melakukan survey ataupun wawancara singkat dengan metode random sampling.

Namun, bisa hasil pada A/B testing sebelumnya telah berhasil, kita juga bisa melakukan optimisasi pada fitur lainnya. Misal, bila kita telah melakukan uji coba pada headline sebuah landing page, bisa jadi kita melakukan uji coba pada body copy, gambar, atau bahkan warna.

Nah, demikian penjelasan Pacmann tentang definisi A/B testing serta tips-tips saat melakukan A/B testing.

Jangan lupa untuk menerapkan tips-tips dari ketiga fase di atas, agar proses pengujian strategi digital marketing kamu berjalan lancar. Selamat mencoba!

Further reading:

How to Do A/B Testing: 15 Steps for the Perfect Split Test